Rabu, 01 Februari 2012

askep laparatomi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002)
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa.
1.2    Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian dari laparatomi?
  2. Apa saja jenis-jenis dari laparatomi?
  3. Apa indikasi diadakannya laparatomi?
  4. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi?
1.3    Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui apa pengertian dari laparatomi
  2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi
  3. Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi
  4. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi
















BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.  Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.
2.2  Jenis Laparotomi
2.2.1          Menurut Tekhnik Pembedahan
1.        Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
a.      Paparan bidang pembedahan yang baik
b.      Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
c.      Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
d.      Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
e.      Dipilih pada kasus gawat-darurat
clip_image002[4]
Gambar : A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ; B. Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior sheath dari m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel secara hati-hati dan terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D. Insisi peritoneum diperluas ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus
2.      Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Untitled-1
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
a.             Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b.            Kosmetik lebih baik
c.             Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
a.             Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
b.            Tehnik relatif lebih sulit
c.             Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
1.        Insisi PFANNENSTIEL :
a. Kekuatan pasca bedah : BAIK
b.Paparan bidang bedah : KURANG
2.      Insisi MAYLARD :
a.       Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal
b.      Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
c.       Dibanding insisi MIDLINE :
§  Nyeri pasca bedah kurang.
§  Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
§  Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
3.      Insisi CHERNEY :
a.       Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.
b.      Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.

4.      Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
5.      Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

2.2.2        Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1.        Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2.      Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3.      Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4.      Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5.      Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6.      Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7.       Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8.      Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen.
9.      Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10.   Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium
2.3  Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll.

2.4  Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
1.        Nyeri tekan
2.      Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3.      Kelemahan
4.      Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5.       Konstipasi
6.      Mual dan muntah, anoreksia

2.5  Topografi anatomi abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1.        Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2.      Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
a.       Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b.      Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
c.       Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
2.6  Komplikasi
1.        Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2.      Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3.      Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4.      Ventilasi paru tidak adekuat
5.      Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7.       Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

2.7   Proses Penyembuhan Luka
1.        Fase inflamasi
Fase ini berlangsung selama dua sampai lima hari, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Homestasis
a.       Vasokontriksi, vasokontriksi pembuluh darah sehingga menghentikan perdarahan dan menurunkan masuknya mikroorganisme.
b.      Platelet aggregation
c.       Tromboplastin yang menggumpal.
Inflamasi
a.      Vasodilatasi, vasodilatasi pembuluh darah dapat menghantarkan nutrisi dan fagosit terhadap luka saat timbul tanda-tanda peradangan.
b.      Fagositosis, pada saat terjadi peradangan atau infeksi sel fagosit memakan atau menghancurkan bakteri, benda asing.
2.      Fase proliferase
Fase ini berlangsung selama lima hari sampai tiga minggu, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Granulasi, pembentukan fibrobals dari kolagen, mengisi luka dan menghasilkan kapiler baru.
Epitelisasi, sel ini menyebar kesegala penjuru untuk menutup luka sekitar tiga cm sehingga luka dapat tertutup.
3.      Fase remodeling atau maturasi.
Fase ini berlangsung selama tiga minggu sampai dua tahun, proses penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan membentuk jaringan baru yang tipis dan lemas, kekuatannya hanta 80 persen dari jaringan yang asli.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka:
2.      Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
3.      Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
4.      Pencegahan infeksi.
5.      Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
6.      Mempertahankan konsep diri.
Pada gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.










BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
1.        Anamnesis
Gangguan yang mengenai abdomen dan sistem gastrointestinalbisa menimbulkan gejala yang sangat beragam:
a.       Nyeri abdomen
b.      Muntah
c.       Hematenesis (muntah darah)
d.      Sulit menelan (disfagia)
e.       Ganguan cerna atau dispepsia
f.       Diare
g.      Perubahan kebiasaan buang air besar
h.      Bengkak atau benjolan pada perut
i.        Penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi
j.        Melena (tinja hitam seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau darah per ektum.

Penting untuk menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek sismetik seperti penurunan berat badan atau malabsorpsi.

Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?
Apakah pernah dilakukan operasi pada daerah perut sebelumnya?
Tentukan riwayat konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pasien.
Riwayat konsumsi alkohol yang rinci sangat penting.
Obat apa yang pernah dikonsumsi oleh pasien?
Pernahkah pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran cerna, termasuk terapi yang mungkin merupakan penyebab gejala?

Riwayat Keluarga
Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi sistem gastrointestinal?

2.      Pemeriksaan Fisik
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap abdomen.

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
  1. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
  2. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
  3. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
  4. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
  5. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ  apa atau tumor apa.
  6. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
  7. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
  1. Pasien sering merubah posisi à adanya obstruksi usus.
  2. Pasien sering menghindari gerakan à iritasi peritoneum generalisata.
  3. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi à peritonitis.
  4. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri à pankreatitis parah.

AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
c.      Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
d.      Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a.       Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b.      Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
c.       Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d.      Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e.       Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
f.       Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul.
Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
g.      Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.
Anatomic Location of Organs by Quadrant
RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ )
Liver
Gallbladder
Duodenum
Head of pancreas
Right kidney and adrenal
Hepatic flexure of colon
Part of ascending and transverse colon
LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)
Stomach
Spleen
Left lobe of liver
Body of pancreas
Left kidney and adrenal
Splenic flexure of colon
Part of transverse and descending colon
RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ)
Cecum
Appendix
Right ovary and tube
Right ureter
Right spermatic cord
LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)
Part of descending colon
Sigmoid colon
Left ovary and tube
Left ureter
Left spermatic cord

MIDLINE
Aorta
Uterus (if enlarged)
Bladder (if distended)



PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a.      Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b.      Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
c.      Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
d.      Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
3.2  Dignosa Keperawatan
1.        Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.
2.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal sumber informasi.
3.      Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air dengan abnormal.
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan sensasi.
6.      Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme sekunder akibat pembedahan
3.3  Intervensi Keperawatan
1.        Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.
Kriteria hasil :
a.      Pasien akan menunjukan kemampuan focus pada pengetahuan baru dan skil
b.      Identifikasi gejala sebagai indicator kecemasan sendiri
c.      Tidak menunjukan prilaku agresiv
d.      Berkomunikasi dan penanganan perasaan negative dengan tepat
e.      Rileks dan nyaman dalam beraktivitas
Intervensi Rasional
a.      Monitor pasien tanda dan gejala insietas saat pengkajian keperawatan
R/: Pengkajian seksama kondisi pasien dengan ansietas memungkinkan perawat membuat priorotas perawatan
b.      Fokuskan diskusi pada stressor yang mempengaruhi kondisi pasien
R/: Focus diskusi memfasilitasi kemampuan pasien untuk menyatakan ketakutan dan perasaan yang dirasakan dan membengun hubungan terapeutik.
c.      Diskusikan persepsi pasien akan prosedur pembedahan, ketakutan yang berhubungan dengan operasi
R/: Diskusi akan persepsi dan ketakutan membuat pasien mengekspresikan diri sendiri dan mengeksplore pengetahuannya.
d.      Berikan informasi prosedur sebelum operasi, penyakit pasien, dan persiapan operasi
R/: Tindakan untuk menambah pengetahuan dan reduksi ansietas.

2.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi Rasional
a.      Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
b.      Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuhan diet
R/: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi usus.
c.      Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.
R/: Meningaktkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan kesempatan untuk mengobservasi luka
d.      Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.
R/: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri.
e.      Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam menetap, bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainage.
R/: Pengenalan dini komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius, mengancam hidup.
f.        Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan keseimbangan dengan periode istirahat yang adekuat

R/:
Mncegah kelelahan, merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ, meningkatkan penyembuhan.
3.      Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
Kriteria hasil :
a.      Melaporkan nyeri hilang
b.      Tampak rileks, mempu beristirahat dengan tepat
c.      Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam mencapai kenyamanan
d.      Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 0-10)
e.      Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran untuk mencegah nyeri akibat
Intervensi Rasional
a.      Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
R/: Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan
b.      Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi, visualisasi dan aktivitas terapeutik.
R/: Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien untuk mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang dirasakan
c.      Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
R/: Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi dan intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan medikal evaluasi segera.
d.      Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
R/: Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
e.      Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.
R/: Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan nyeri secara segera setelah dilaporkan.
f.        Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan koping adaptif.
R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres akibat nyeri.
g.      Pantau tanda-tanda vital
R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
h.      Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka (pembentukan hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.
R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
i.        Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi.
R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. mengontrol atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja sama dengan aturan terapeutik.
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air dengan abnormal.
Kriteria hasil :
a.      Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam keadaan normal.
b.      Urine output dalam batas normal
c.      Hasil hemodinamika dalam batas normal
Intervensi Rasional
a.      Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
b.      Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine <200mOsm/kg, osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145 mEq/L, peningkatan level BUN dan hematokrit)
R/: Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan. Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan serum osmolalitas, serum sodium dan hematokrit menunjukan hemokonsentrasi
c.      Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic. Perhatikan adanya gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, gelombang T memendek dan tekanan hemodinamika kardiak output rendah
R/: Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila terjadi kondisi yang fatal. Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas stimulus sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder akibat pengeluaran potassium.Sedangkan penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan penurunan kardiak output menunjukan preload insuffisiensi.
d.      Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
R/: Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh. Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan potassium harus dipantau dengan seksama karena pottasium mengiritasi vena dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan hiperkalemia. Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
e.      Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi dan perubahan tekanan darah.
R/: Tanda-tanda haemoragik usus dan/atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovalemik.
f.        Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membrane mukosa.
R/: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
g.      Perhatikan adanya edema
R/: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
h.      Observasi, catat kualitas kateter drainage / ngt
R/: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan alkalosis metabolic dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi
i.        Pantau suhu
R/: Demam rendah umum terjadi selam 24 -48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
j.        Pertahankan patensi penghisapan NGT.
R/: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi atau kekuatan pada garis jahitan dan menurunkan mual atau muntah , yang dapat menyrtai anastesi, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya ada, missal kanker.
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan sensasi.
Kriteria hasil :
a.      Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin
b.      Menunjukan intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat ( temperature jaringan, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna)
c.      Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa ada komplikasi.
Intervensi Rasional
a.      Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat, ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri, bengkak, kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
R/: Permulaan pengkajian yang merupakan langkah awal utnuk memberikan perawatan individual. Penemuan abnormal dapat menjadi data untuk masalah dan dapat digunakan untuk pedoman perencanaan perawatan
b.      Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
R/: Pencegahan komplikasi luka terhadap kontaminasi silang dan membantu penyembuhan luka.
c.      Minimalisir penekanan pada bagian luka.
R/: Pencegahan kerusakan kulit merupakan salah satu penanganan mudah masalah sebelum kerusakan kulit berkembang
d.      Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipneu, takikardi dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi berlebihan, inlamasi drainage.
R/: Pasien dengan kondisi post pembedahan beresiko tinggi mengalami komplikasi. Evaluasi segera dapat menjadi ukuran pencegahan dan penanganan dini.
e.      Waspadai factor resiko lanjut, misal : keganasan, seperti limfasarkoma dan mieloma multiple, terapi radiasi dan sisi operasi.
R/: Indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi yang menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan luka.
f.        Berikan antibiotic sesuai indikasi
R/: Menurunkan imunokompentesi, ini mempengaruhi pemulihan luka pada infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan penyambung, mempengaruhi
6.      Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme sekunder akibat pembedahan.
Kriteria hasil:
a.      Klien tidak mengakami infeksi
b.      Luka cepat sembuh tanpa komplikasi
Intervensi
a.      monitor tanda-tanda vital
R/: mengetahui tanda awal terjadinya infeksi
b.      lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
R/: perawatan luka dengan tekhnik aseptic dapat mencegah berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi
c.      observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi
R/: mengetahui secara dini tanda infeksi atau memperburuknya kondisi luka.
d.      berikan nutrisi yang adekuat
R/:  dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh
e.      kolaborasi dalam pemberian antibiotika
R/: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat membunuh mikroorganisme dengan penggunaan secara teratur.



















BAB 5
ANALISA KASUS SEMU


I.   Pengkajian

1.        Identitas
Nama              : Ny. K                           Tgl MRS : 11 Oktober 2011
Umur               : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama                       : Islam
Pekerjaan      : Tidak bekerja ( Ibu Rumah tangga )
Pendidikan    : SMA ( tamat )
Nama Suami  : Tn. As
Umur               : 28 tahun
Pendidikan    : SMU ( tamat )
Pekerjaan      : Karyawan Pabrik
Alamat                       : Gadung No.100, Surabaya

Alasan dirawat: Nyeri luka operasi
Keluhan Utama sebelumnya           :  Nyeri perut kanan bawah
Upaya yang telah dilakukan           : operasi ( Apendiktomy ) tanggal 7 Oktober 2011 jam 13.35 WIB.

2.                  Riwayat Keperawatan
2.1                Riwayat Penyakit sebelumnya :
Klien mengatakan :
-          Sering mengalami tekanan darah rendah
-          Waktu SMA pernah sakit typhus dan sakit kuning, dengan berobat jalan sembuh
2.2              Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri luka operasi daerah perut kanan bawah. Nyeri bertambah hebat terutama bila   bergerak, oleh karena itu klien sangat berhati-hati saat bergerak. Nyeri seperti ditusuk-tusuk hilang timbul tiap 10 menit.

2.3              Riwayat Kesehatan Keluarga :
Dari keluarga ayah maupun ibunya tidak ada yang menderita sakit kencing manis, ataupun sakit berat yang lainnya.

3.      Pemeriksaan Fisik :
-          Keadaan umum :
Klien terbaring terlentang dengan posisi tangan kiri memegang perut saat bergerak, merintih kesakitan dan ekspresi wajah gelisah.
-          Tanda Vital :
Suhu axilla 36,1 ° C   Nadi 88 x/menit,  Tensi 120/70 mmHg, RR 22 x/menit

4.      Pengkajian Sistem :
4.1 Sistem Pernafasan :
Hidung bersih, pernafasan spontan, bentuk dada bulat datar tidak ditemukan tarikan  otot bantu pernafasan saat bernafas, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan suara nafas tambahan.

4.2 Sistem Cardiovaskuler :
Suara jantung S1 S2 suara tunggal lupdub. Ictus Cordis teraba 1 cm pada ICS med Clavicula kiri, percusi sonor, tidak ditemukan oedema pada palpebrae maupun extremitas, KRT kembali dalam detik pertama. Tensi : 120/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu 36,1 ° C.

4.2 Sistem Persyarafan :
-Kesadaran Composmentis, GCS : E 4  V 5  M 6 dengan total nilai 15.
-Kepala dan Wajah :
Mata : Konjungtiva merah muda , Sklera : Warna putih terdapat gambaran tipis pembuluh darah, Pupil isocor.
-Leher : Pergerakan bebas, tidak ditemukan pembesaran/bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar gondok maupun limphe.
-Persepsi Sensori :
Klien mampu mendengar suara berbisik, mampu membedakan rasa manis, asin dan pahit, penglihatan sampai tak terhingga, ambang rasa raba terhadap hangat, dingin dan raba masih mampu membedakan.

4.3 Sistem Perkemihan :
Bak lancar warna kuning jernih 5-6 kali sehari, jumlah  ± 1500-200 cc perhari , baik sebelum sakit maupun selama dirawat dirumah sakit, tidak ada keluhan nyeri saat BAK.

4.4 Sistem Pencernaan :
-          Mulut dan tenggorok :
Bibir dan lidah kering tidak ditemukan stomatitis maupun aptea, gigi bersih tidak ada caries, tonsil/ovula warna merah muda tidak ada oedema.
-          Abdomen :
Saat bergerak, klien menahan perut , terdapat luka operasi  abdomen bagian kanan bawah dengan panjang ± 15 cm, luka bersih dengan jahitan. Luka tertutup oleh kasa steril, rembesan darah minimal, luka kering, tidak bengkak, jahiten belum menutup sempurna.

4.5 Sistem Tulang Otot – Integumen
-          Kemampuan pergerakan sendi bebas, ekstremitas pergerakan bebas. Kekuatan tot 5, Flaping tremor -, KRT dan turgor kulit kembali detik pertama. Akral hangat.

4.6 Sistem Endokrin :
Klien mengatakan tidak pertumbuhan dan perkembangan fisiknya berjalan sebagaimana orang lainnya. Tidak mempunyai keluhan yang berkaitan dengan hormonal misalnya poluri, polidipsi maupun kelemahan.
Pemeriksaan Penunjang :
Pada pemeriksaan laboratorium pada 6 oktober 2011
Hb        12 gr %
Leukosit   9830 g/dL
Trombosit 162000



Analisa Data
No.
Symptom
Etiologi
    Problem
1.

DS :
-          Klien mengeluh nyeri luka operasi daerah perut kanan bawah, nyeri bertambah hebat terutama bila bergerak.
-          Nyeri seperti ditusuk-tusuk
-          Skala 2 (0-4)
-          Nyeri hilang timbul tiap 10 menit
DO :
-          Klien merintih kesakitan
-          Ekspresi wajah gelisah
-          Post operasi hari 4

Adanya insisi bedah
Gangguan rasa nyaman (nyeri)

2.
DS : -
DO :
-          terdapat luka operasi  abdomen bagian kanan bawah dengan panjang ± 15 cm
-          luka bersih dengan jahitan
-          Luka tertutup oleh kasa steril
-          rembesan darah minimal
-          luka kering
-          tidak bengkak
-          jahitan belum menutup sempurna.
trauma pembedahan
Kerusakan integritas kulit


Diagnosa Keperawatan menurut Dongoes (1999):
1.        Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b/d Adanya insisi bedah
2.      Kerusakan integritas kulit b/d trauma pembedahan



Rencana Tindakan Keperawatan menurut Dongoes (1999)
No. Dx.
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Nama Ns.
1.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil :
-          Klien menyatakan sudah tidak nyeri atau nyeri berkurang.
-          Klien tampak rileks, mampu istirahat dengan tenang



1.        Kaji nyeri, catat lokasi,        karakteristik, beratnya (skala 0-4), selidiki dan laporkan nyri dengan tepat.







2.      Dorong ambulasi dini






3.      Berikan aktivitas hiburan



4.      Kolaborasi dalam pemerian analgesik sesuai indikasi

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi
Meningkatkan normalisasi fungsi organ (merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen)

Meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.

Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasamna dengan intervensi terapi lain.
Ns. A











2.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit klien tetap terjaga.

Kriteria hasil:
-          Menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu tanpa komplikasi
-          Menunjukkan perilaku untuk menurunkan tegangan jahitan
1.        Observasi insisi secara periodic, catat penyambungan tepi luka, pembentukan hematoma dan penyembuhan, perdarahan/drainase.

2.      Sokong insisi bila mengubah posisi, batuk, napas dalam dan ambulasi

3.      Berikan perawatan insisi hati-hati untuk mempertahankan balutan kering dan steril









4.      Berikan perawatan kulit; berikan perhatian khusus pada lipatan kulit


5.      Kolaborasi dalam pemberian terapi kinetic sesuai indikasi
Mempengaruhi pilihan intervensi



Menurunkan kemungkinan dehisens dan hernia insisi lanjut.
Meningkatkan penyembuhan. Akumulasi drainase seroanguinosa pada lapisan subkutan meningkatkan tegangan jahitan, sehingga dapat memperlambat penyembuhan luka dan memberikan medium pertumbuhsn bakteri

Kelembaban atau ekskoriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan infeksi pasca operasi.
Menurunkan tekanan kulit dan meningkatkan sirkulasi
Ns. A


Implementasi dan evaluasi keperawatan
No. dx
Hari,
Tgl, jam
Implementasi
Nama
Perawat
Hari,
Tgl. jam
Catatan perkembangan dan Evaluasi
Nama
perawat
1
Selasa,29-11-2011
07.00
08.00
09.00

12.30
Mengkaji nyeri, mencatat lokasi,        karakteristik, beratnya (skala 0-4), selidiki dan laporkan nyeri dengan tepat.

Mendorong ambulasi dini

Memberikan aktivitas hiburan

Berkolaborasi dalam pemerian analgesik sesuai indikasi

Ns.A
Selasa,
29-11-2011
14.00
S: Klien mengatakan masih nyeri.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk
Skala 1 (0-4)

O: Klien merintih kesakitan
Ekspresi wajah agak tenang
Tampak sedikit rileks, tapi belum bisa istirahat dengan tenang

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,4,5
Ns.A
2
Selasa,29-11-2011
07.00

08.15

11.00

11.15


12.30
Mengobservasi insisi secara periodic, mencatat penyambungan tepi luka, pembentukan hematoma dan penyembuhan, perdarahan/drainase.

Menyokong insisi bila mengubah posisi, batuk, napas dalam dan ambulasi

Memberikan perawatan insisi hati-hati untuk mempertahankan balutan kering dan steril

Memberikan perawatan kulit; berikan perhatian khusus pada lipatan kulit

Berkolaborasi dalam pemberian terapi kinetic sesuai indikasi
Ns.A
Selasa, 29-11-2011
14.00
S: -
O: luka bersih dengan jahitan, Luka tertutup oleh kasa steril, rembesan darah minimal, luka kering, tidak bengkak, jahitan belum menutup sempurna.
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi no. 1,2,3,4,5
Ns.A












BAB 4
PENUTUP

4.1   Simpulan
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (harjono. M, 1996). Jenis laparatomi menurut tekhnik pembedahan yakni insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision), Insisi pada garis tranversal abdomen (pfannenstiel incision), insisi cherney, paramedian dan transverse upper abdomen incision.
Sedangkan menurut indikasi, jenis-jenis laparatomi meliputi Adrenalektomi, apendiktomi, gasterektomi, histerektomi, kolektomi, nefrektomi, pankreatomi, seksiosesaria, siksetomi dan selfigo oofarektomi.

4.2  Saran
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer) yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.Oleh karena itu sebagai perawat hendaknya mengetahui tentang tekhnik dan perawatan pada klien dengan laparatomi.










DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. 1988. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. Philadelpia: J.B. Lippincott Campany
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Fitzpatrick, JK. 1997. Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed) “The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis, Missouri, Mosby.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung
Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI